Makalah Pemikiran Hukum Islam Mazhab Hambali
Kamis, 08 Mei 2014
KATA PENGANTAR
Pertama dan utama adalah penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, serta selawat dan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW karena dengan berkat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Pemikiran Hukum Islam Mazhab Hambali”.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis telah banyak menerima bimbingan dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kata pengantar ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengasuh mata kuliah yang telah memberikan petunjuk, arahan, bimbingan dan dukungan mulai dari awal penulisan sampai dengan selesainya penulisan ini.
Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Makalah ini di masa yang akan datang.
Akhirnya semoga jasa dan amal baik yang telah disumbangkan penulis serahkan kepada Allah SWT untuk membalasnya. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan pendidik kearah yang lebih baik.
Amin ya rabbal a’lamin.
Banda Aceh, April 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan masyarakat Bangsa Arab pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama tentang pemikiran Islam akan hukum. Hal ini sangat berbeda sekali dengan keadaan masyarakat Bangsa Arab pada masa Rasulullah SAW, karena tongkat kekuasaan dan wewenang ada ditangan Rasulullah SAW sendiri. Di masa sahabat mulai timbul beberapa perbedaan paham dalam menetapkan hukum.
Terjadinya perselisihan paham di masa sahabat itu karena adanya perbedaan paham dan perbedaan nash yang sampai kepada mereka. Karena pengetahuan mereka dalam soal hadist tidak sama dan pula karena perbedaan pandangan tentang mashlahah yang menjadi dasar bagi penetapan suatu hukum , di samping itu juga adalah karena berlainan tempat (lingkungan).
Hal yang tersebut ini menimbulkan perselisihan fatwa dan hukum wlaupun mereka sependirian. Kemudian timbullah mazhab dalam hal fiqih sesudah kekuasaan dikendalikan para mujtahidin di pertengahan abad kedua hijrah. Pada masa itu ada empat pemuka madzhab yang terkenal yaitu :
1. Abu Hanifah (Imam Hanafi)
2. Maliki (Imam Maliki)
3. Asy Syafi’I (Imam Syafi’i)
4. Ahmad ibn Hanbal (Imam Hambali)
Demikianlah terbentuk madzhab fiqih, yang kemudian dibangsakan kepada mujtahidin yang menjadi imamnya pada mazhab masing-masing.
B. Rumusan Maslah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penulisan makalah ini adalah, bagaimanakah pemikiran hukum Islam menurut Mazhab Imam Hambali?
BAB II
PEMBAHASAN
Ahmad ibn Hanbal (Imam Hambali) menyibukkan diri sebagai seorang yang Ahli Hadist (tradisionalis), para ahli theology menyetujui bahwa Imam Hambali sebagai Ahli Hadist. Adapun hasil pemikirannya tentang hukum Islam mengenai ilmu fiqih adalah sebagai berikut:
A. Najis dan bersuci
Menurut mazhab Imam Hambali tentang bersuci, Imam Hambali berpendapat bahwa: “Najis tidak dapat dihilangkan kecuali dengan air”. Dari pendapat Imam Hambali tersebut, kami dapat memberi sebuah pendapat bahwa yang dimaksudkan oleh Imam Hambali adalah najis tidak akan dikatakan hilang apabila belum dibasuh dengan air. Namun air yang seperti apa? Apakah bisa dengan sembarang air atau bagaimana? Itulah pertanyaan yang timbul ketika kami berfikir tentang pendapat Imam Hambali mengenai bersuci.
Kemudian ada sebuah pendapat Imam Hambali kembali mengenai bersuci, “Air tersebut tidak dapat dipergunakan untuk bersuci”. Pernyataan inilah yang seakan membuat kami menjadi bertanya-tanya, air seperti apakah yang dimaksudkan? Maka kami dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud oleh Imam Hambali ialah air yang mampu untuk bersuci harus memiliki syarat mutlak yaitu air yang suci sekaligus mensucikan. Artinya banyak sekali jenis air yang suci namun belum tentu mensucikan.
B. Wudlu
Ada beberapa pendapat Imam Hambali mengenai Wudlu, antara lain:
§ Membaca Basmalah ketika wudlu adalah wajib.
§ Berkumur dan menghirup air ke dalam hidung adalah sunnah di dalam wudlu serta mandi.
§ Wajib mengusap seluruh kepala.
§ Disunnahkan mengusap kepala dengan sekali sapu.
§ Kedua telinga termasuk bagian kepala. oleh karena itu, disunnahkan mengusap keduanya ketika mengusap kepala.
§ Sunnah mengusap kepala serta telinga dengan sekali usap.
§ Boleh mengusap kedua kaki, boleh juga memilih antara membasuh dan mengusap seluruh kaki.
§ Tertib di dalam wudlu itu wajib.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali tersebut, kami dapat memberi pendapat bahwa dalam hal wudlu ataupun rukun wudlu itulah yang sekarang ini dianut oleh kebanyakan masyarakat Islam di Indonesia. Namun ada sebuah kekurangan atas pendapat Imam Hambali dalam hal wudlu yang sebenarnya wajib dilakukan dalam rukun wudlu yaitu mengenai membasuh wajah atau muka.
C. Tayamum
Menurut Imam Hambali mengenai Tayamum, ada beberapa pendapat yang dikemukakan yaitu antara lain:
§ Tidak boleh bertayamum kecuali dengan tanah yang suci atau dengan pasir yang berdebu.
§ Mengusap sampai ke siku adalah mustahab (sunnah), sedangkan sampai ke pergelangan tangan adalah wajib.
§ Tayamum akan batal secara mutlak jika telah menemukan air.
§ Tidak boleh mengerjakan dua sholat fardu dengan satu tayamum, baik bagi orang mukmin ataupun musyafir.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali tersebut mengenai Tayamum, maka kami berpendapat bahwa tata cara bertayamum serta hal yang membatalkan tayamum sudah sejalan dengan dasar hukum Islam yaitu Al-qur’an. Namun seperti halnya pendapat Imam Hambali mengenai wudlu, dalam tayamum ini pun sama. Masih ada sebuah kekurangan tentang mengusap wajah atau muka.
Disamping itu, kami berpendapat mengenai tayamum yang tidak boleh mengerjakan dua waktu sholat fardu dengan satu tayamum. Artinya ialah hanya satu waktu sholat saja untuk satu tayamum,apabila untuk melaksanakan sholat fardu berikutnya harus melakukan tayamum kembali.
D. Sholat
Imam Hambali berpendapat mengenai Sholat antara lain:
§ Menutup aurat termasuk syarat-syarat sholat.
§ Mengangkat kedua tangan pada waktu takbirotul ikhrom ada tiga pendapat, yaitu sejajar bahu, sejajar telinga dan boleh memilih diantara keduanya.
§ Bersedekap dengan meletakkan kedua tangan dibawah pusar.
§ Wajib membaca Surat Al fatihah pada setiap roka’at sholat.
Berdasarkan pendapat Imam Hambali tersebut mengenai Sholat, kami berpendapat bahwa dalam sholat seorang Muslim atau muslimat wajib menutup anggota tubuh mereka yang sebagai daerah terlarang untuk diperlihatkan (aurat),karena dari segi moral bertujuan untuk menjaga kesopanan dan harga diri seseorang.
Mengenai mengangkat tangan saat takbirotul ikhrom sebagian orang ada yang sejajar bahu, Namun ada pula yang melakukannya sejajar telinga. Kedua hal tersebut sah untuk dilakukan, akan tetapi lebih baik dilakukan dengan sejajar bahu. Karena sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW. Begitu pula dengan tata cara bersedekap, lebih baik diletakkan diatas pusar atau lebih tepatnya di ulu hati.
Selain itu mengenai wajibnya membaca suratAl fatihah itu sangat diharuskan, karena itu termasuk rukun dan syarat sahnya sholat. Jika hal itu tidak dilakukan maka sholat yang dilakukan dapat dikatakan sia-sia.
E. Zakat
Mengenai membayar zakat, Imam Hambali berpendapat bahwa “Jika seseorang memiliki barang sampai nisab, maka ia harus mengeluarkan zakatnya”. Artinya bahwa seseorang yang memiliki harta atau kekayaan yang sudah mencapai nisab (berat timbangan) sesuai dengan hukum Islam. Maka diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. Hal ini bertujuan agar kita belajar untuk saling berbagi dengan sesama, karena semua hal yang kita punya adalah titipan yang sifatnya sementara.
F. Puasa
Menurut Imam Hambali mengenai puasa, ada beberapa pendapat diantaranya:
§ Waktu niat dalam berpuasa Ramadhan antara terbenam matahari hingga waktu fajar kedua (fajar sadiq).
§ Puasa dikatakan batal jika melakukan persetubuhan, namun jika makan tidak dikatakan batal.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali mengenai puasa, kami dapat memberikan pendapat bahwa dalam melakukan niat puasa di bulan Ramadhan itu pada waktu tenggelam matahari, lebih tepatnya setelah kita usai mengerjakan sholat tarawih hingga sebelum terbit fajar. Niat tersebut bias saja di dalam hati ataupun diucapkan, karena untuk lebih meyakinkan serta memantapkan akan apa yang akan dilakukan termasuk niat berpuasa.
Pendapat Imam Hambali mengenai batalnya puasa jika bersetubuh, namun jika makan puasa itu tidak batal. Imam Hambali berpendapat demikian dengan catatan bahwa ada unsur paksaan. Namun seperti yang kita tahu bahwa puasa ialah menahan lapar dan dahaga serta hawa nafsu dari terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Menurut kami atas dasar pengertian puasa tersebut, bagaimana pun keadaannya. jika kita makan maka puasa pada saat itu juga dapat dikatakan batal.
G. Haji
Imam hambali dalam pendapatnya mengenai Haji yaitu “Wajib dilaksanakan dengan segera dan tidak boleh ditunda-tunda jika sudah berkewajiban”. Dari pendapat Imam Hambali, kami dapat memberikan pendapat bahwa yang dimaksud berkewajiban ialah seseorang yang telah memenuhi syarat untuk menunaikan ibadah haji. Baik secara material (harta) maupun spiritual (mental).
Seperti yang terkandung dalam rukun Islam yang kelima, Menunaikan ibadah haji bila mampu. Jika seseorang tersebut telah mampu secara fisik maupun mental, memiliki harta yang cukup, serta sudah mubaligh (dewasa). Maka diharuskan untuk melaksanakan ibadah haji tersebut dan tidak boleh menundanya lagi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat Bangsa Arab pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama tentang pemikiran Islam akan hukum. Hal ini sangat berbeda sekali dengan keadaan masyarakat Bangsa Arab pada masa Rasulullah SAW, karena tongkat kekuasaan dan wewenang ada di tangan Rasulullah SAW sendiri. Di masa sahabat mulai timbul beberapa perbedaan paham dalam menetapkan hukum.
Atas dasar perselisihan tersebut maka timbullah mazhab dengan imamnya masing-masing yang termasuk diantaranya ialah mazhab Imam Hambali. Dalam pemikiran Islam Imam Hambali terdapat ketimpangan dengan sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an. Namun ada pula yang sesuai dengan sumber hukum Islam tersebut.
B. Saran
Berdasarkan penjelasan pada pembahasan tersebut, kami selaku penyusun dapat memberikan saran bagi para pembaca sebagai berikut.
§ Hendaknya jika kita memperoleh sebuah persoalan tentang Islam, baik dari segi hukum, aqidah, ibadah, dan lain sebagainya. Untuk memperoleh kepastian akan permasalahan tersebut, maka kita haruslah berdasar pada Al-Qur’an dan As-sunnah.
§ Apabila kita memperoleh sebuah informasi atau pendapat dari orang lain tentang Islam, jangan kita langsung menelan mentah-mentah. Artinya kita harus mencari tahu terlebih dahulu akan kebenarannya dengan dasar yang kuat yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Karen. 2002. Islam Sejarah Singkat. Yogyakarta: Jendela.
Hassan, Ibrahim Hassan, 2009. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.
Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Ash, 2007. Pengantar Ilmu Fiqih. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra