Makalah Kejaksaan, Pengertian Perikatan, Unsur-Unsur Perikatan dan Macam-macam Perikatan
Selasa, 11 September 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan
sehari-hari banyak orang-orang yang tidak sadar bahwa setiap harinya mereka
melakukan perikatan. Hal-hal seperti membeli suatu barang atau menggunakan jasa
angkutan umum, perjanjian sewa-menyewa hal-hal tersebut merupakan suatu
perikatan. Perikatan di Indonesia diatur pada buku ke III KUHPerdata(BW). Dalam
hukum perdata banyak sekali hal yang dapat menjadi cangkupannya, salah satunya
adalah perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian
atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Perikatan adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di
mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan. Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan
yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimana pun, baik itu
yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan
kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak
melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang. Di dalam
perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan
yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak
melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat
dirumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu :
- Apa Pengertian dari Perikatan ?
- Pengaturan apa saja yang ada di Perikatan?
- Apa saja yang menjadi bagian dari Unsur-Unsur
Perikatan?
- Apa yang dimaksud dengan ketentuan umum dalam perikatan
?
- Apa saja Macam-macam dari Perikatan?
- Bagaimana cara menghapuskan perikatan ?
C. Tujuan
- Mengetahui apa Pengertian dari Perikatan
- Mengetahui apa saja Unsur-unsur Perikatan
- Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai jenis-jenis
perikatan
- Untuk mengetahui bagaimana cara untuk menghapuskan perikatan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari
istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih
umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang
mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu
menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya jual beli barang, dapat
berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, dapat berupa
keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang
bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam
kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau oleh
masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian, perikatan
yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan
hukum( legal relation).
Jika dirumuskan,
perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan
orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini
dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan
(law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang
hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti
luas. perikatan yang terdapat dalam bidang- bidang hukum tersebut di atas dapat
dikemukakan contohnya sebagai berikut:
- Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual
beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa
utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.
- Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena
perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.
- Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk
mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
- Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk
mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.
·
Perikatan Dalam arti
Sempit
Perikatan
yang dibicarakan dalam buku ini tidak akan meliputi semua perikatan dalam
bidang- bidang hukum tersebut. Melainkan akan dibatasi pada perikatan yang
terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan saja,yang menurut sistematika Kitab
Undang- Undang hukum Perdata diatur dalam buku III di bawah judul tentang
Perikatan. Tetapi menurut sistematika ilmu pengetahuan hukum, hukum harta
kekayaanitu meliputi hukukm benda dan hukum perikatan, yang diatur dalam buku
II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda. Perikatan dalam bidang harta kekayaan
ini disebut Perikatan dalam arti sempit.
- Ukuran nilai
Perikatan dalam bidang hukum harta kekayaan ini selalu
timbul karena perbuatan orang, apakah perbuatan itu menurut hukum atau melawan
hukum. Objek perbuatan itu adalah harta kekayaan, baik berupa benda bergerak
atau benda tidak bergerak, benda berwujud atau benda tidak berwujud, yang
semuanya itu selalu dapat dinilai dengan uang. Jadi ukuran untuk menentukan
nilai atau harga kekayaan atau benda itu adalah uang. Dalam kehidupan modern
ini uang merupakan ukuran yang utama.
- Debitur Dan Kreditur
Perikatan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak
yang lain, mewajibkan pihak yang satu dengan yang lain, mewajibkan pihak yang
satu untuk berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima
prestasi. Pihak yang berkewajiban berprestasi itu biasa disebut debitur,
sedangkan pihak yang berhak atas prestasi disebut kreditur. Dalam suatu
perikatan bisa terjadi bahwa satu pihak berhak atas suatu prestasi. Tetapi
mungkin juga bahwa pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu, di samping
kewajiban tersebut juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya jika pihak lain
itu disamping berhak atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu
prestasi. Jadi kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban timbale balik.
Karena prestasi itu diukur dengan nilai sejumlah uang, maka pihak yang
berkewajiban membayar sejumlah uang itu berkedudukan sebagai debitur, sedangkan
pihak yang berhak meneriam sejumlah uang itu berkedudukan sebagai kreditur.
B. Pengaturan Perikatan
Perikatan diatur dalam
Buku KUH Perdata. Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi karena
perjanjian dan Undang-Undang. Aturan mengenai perikatan meliputi bagian umum
dan bagian khusus. Bagian umum meliputi aturan yang tercantum dalam Bab I, Bab
II, Bab III (Pasal 1352 dan 1353), dan Bab IV KUH Perdata yang belaku bagi
perikatan umum. Adapun bagian khusus meliputi Bab III (kecuali Pasal 1352 dan
1353) dan Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata yang berlaku bagi
perjanjian-perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam
bab-bab bersangkutan. Pengaturan nama didasarkan pada “sistem terbuka”,
maksudnya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja, baik yang sudah
ditentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam Undang-Undang.
Sistem terbuka dibatasi oleh tiga hal, yaitu :
- Tidak dilarang Undang-Undang
- Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
- Tidak bertentangan dengan kesusilaan
Sesuai dengan penggunaan
sistem terbuka, maka pasal 1233 KUH Perdata menetukan bahwa perikatan dapat
terjadi, baik karena perjanijian maupun karena Undang-Undang. Dengan kata lain,
sumber peikatan adalah Undang-Undang dan perikatan. Dalam pasal 1352 KUH
Perdata, perikatan yang terjadi karena Undang-Undang dirinci menjadi dua, yaitu
perikatan yang terjadi semata-mata karena ditentukan dalam Undang-Undang dan
perikatan yang terjadi karena perbuatana orang. Perikatan yang terjadi karena
perbuatan orang, dalam pasal 1353 KUH Perdata dirinci lagi menjadi perbuatan
menurut hukum (rechmatig daad) dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad).
C.
Unsur-Unsur Perikatan
a.
Subjek perikatan
Subjek
perikatan disebut juga pelaku perikatan. Perikatan yang dimaksud meliputi
perikatan yang terjadi karena perjanjian dan karena ketentuan Undang-Undang.
Pelaku perikatan terdiri atas manusia pribadi dan dapat juga badan hukum atau
persekutuan. Setiap pelaku perikatan yang mengadakan perikatan harus:
1.
Ada kebebasan menyatakan
kehendaknya sendiri
2.
Tidak ada paksaan dari
pihak manapun
3.
Tidak ada penipuan dari
salah satu pihak, dan
4.
Tidak ada kekhilafan
pihak-pihak yang bersangkutan
b. Wenang berbuat
Setiap pihak dalam dalam perikatan
harus wenang berbuat menurut hukum dalam mencapai persetujuan kehendak (ijab
kabul). Persetujuan kehendak adalah pernyataan saling memberi dan menerima
secara riil dalam bentuk tindakan nyata, pihak yang satu menyatakan memberi
sesuatau kepada yang dan menerima seseuatu dari pihak lain. Dengan kata lain,
persetujuan kehendak (ijab kabul) adalah pernyataan saling memberi dan menerima
secara riil yang mengikat kedua pihak. Setiap hak dalam perikatan harus
memenuhi syarat-syarat wenang berbuat menurut hukum yang ditentukan oleh
undang-undang sebagai berikut:
1.
Sudah dewasa, artinya
sudah berumur 21 tahun penuh
2.
Walaupun belum dewasa,
tetapi sudah pernah menikah
3.
Dalam keadaan sehat akal
(tidak gila)
4.
Tidak berada dibawah
pengampuan
5.
Memiliki surat kuasa jika
mewakili pihak lain
Persetujuan pihak
merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak untuk saling memenuhi
kewajiban dan saling memperoleh hak dalam setiap perikatan. Persetujuan
kehendak juga menetukan saat kedua pihak mengakhiri perikatan karena tujuan
pihak sudah tercapai. Oleh sebab itu, dapat dinyatakan bahwa perikatan menurut
sistem hukum prdata, baru dalam taraf menimbulkan kewajiban dan hak
pihak-pihak, sedangkan persetujuan kehendak adalah pelaksanaan atau realisasi
kewajiban dan pihak-pihak sehingga kedua belah pihak memperoleh hak
masing-masing.
Bagaimana jika halnya salah
satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sehingga pihak lainnya tidak memperoleh
hak dalam perikatan ? dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pihak yang tidak
memenuhi kewajibannya itu telah melakukan wanprestasi yang merugikan pihak
lain. Dengan kata lain, perjanjian tersebut dilanggar oleh salah satu pihak.
c.
Objek perikatan
Objek perikatan dalam hukum perdata
selalu berupa benda. Benda adalah setiap barang dan hak halal yang dapat
dimiliki dan dinikmati orang. Dapat dimilik dan dinikmati orang maksudnya memberi
manfaat atau mendatangkan keuntungan secara halal bagi orang yang memilikinya. Benda
objek perikatan dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda
bergerak adalah benda yang dapat diangkat dan dipindahkan, seperti motor,
mobil, hewan ternak. Sedangkan benda tidak bergerak adalah benda yang tidak
dapat dipindahkan dan diangkat, seperti rumah, gedung. Apabila benda dijadikan
objek perikatan, benda tersebut harus memenuhi syarat seperti yang ditetapkan
oleh undang-undang. Syarat-syarat tersebut adalah :
1.
Benda dalam perdagangan
2.
Benda tertentu atau tidak
dapat ditentukan
3.
Benda bergerak atau tidak
bergerak, berwujud atau tidak berwujud
4.
Benda tersebut tidak
dilarang oleh Undang-Undang atau benda halal
5.
Benda tersebut ada
pemiliknya dan dalam pengawasan pemiliknya
6.
Benda tersebut dapat
diserahkan oleh pemiliknya
7.
Benda itu dalam
penguasaan pihak lain berdasar alas hak sah
d.
Tujuan Perikatan
Tujuan
pihak-pihak mengadakan perikatan adalah terpenuhinya prestasi bagi kedua belah
pihak. Prestasi yang dimaksud harus halal, artinya tidak dilarang
Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Prestasi tersebut dapat berbentuk
kewajiban memberikan sesuatu, kewajiban melakukan sesuatu (jasa), atau
kewajiban tidak melakukan sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).
D. Ketentuan Umum dan Khusus
Dalam penerapannya,
ketentuan umum dalam Bab I-IV Buku III KUH Perdata diberlakukan untuk semua
perikatan, baik yang sudah diatur dalam Bab III (kecuali Pasal 1352 dan 1353)
dan Bab V-XVIII maupun yang diatur dalam KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1319 KUH
Perdata bahwa: “semua perjanjian yang mempunyai nama tertentu maupun yang tidak
mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan umum yang dimuat dalam bab ini
dan bab yang lalu”. Yang dimaksud dengan “bab ini dan bab yang lalu” dalam
pasal ini adalah bab Bab II tentang perikatan yang timbul dari pejanjian dan
Bab I tentang perikatan pada umumnya.
Penerapan ketentuan umum
terhadap hal-hal yang diatur secara khusus, dalam ilmu hukum dikenal dengan
adagium iex specialis deroget legi generali. Artinya, ketentuan hukum khusus
yang dimenangkan dari ketentuan hukum umum. Maknanya jika mengenai suatu hal
sudah diatur secara khusus, ketentuan umum yang mengatur hal yang sama tidak perlu
diberlakukan lagi. Jika suatu hal belum diatur secara khusus, ketentuan umum
yang mengatur hal yang sama diberlakukan.
Timbulnya perikatan dalam
hal ini bukan dikarenakan karena adanya suatu persetujuan atupun perjanjian,
melainkan dikarenakan karena adanya undang- undang yang menyatakan akibat
perbuatan orang, lalu timbul perikatan. Perikatan yang timbul karena undang-
undang ini ada dua sumbernya, yaitu perbuatan orang dan undang- undang sendiri.
Perbuatan orang itu diklasifikasikanlagi menjadi dua, yaitu perbuatan yang
sesuai dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum (pasal 1352
dan 1353 KUHPdt).
Perikatan yang timbul
dari perbuatan yang sesuai dengan hukum ada dua, yaitu wakil tanpa kuasa
(zaakwarneeming) diatur dalam pasal 1354 sampai dengan pasal 1358 KUHPdt,
pembayaran tanpa hutang (onverschuldigde betalling) diatur dalam pasal 1359
sampai dengan 1364 KUHPdt. Sedangkan perikatan yang timbul dari perbuatan yang
tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum
adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad) diatur dalam pasal 1365
sampai dengan 1380 KUHPdt.
Perbuatan melawan hukum
dapat ditujukan kepada harta kekayaan orang laindan dapat ditujukan kepada diri
pribadi orang lain, perbuatan mana mengakibatkankerugian pada orang lain. Dalam
hukum anglo saxon, perbuatan melawan hukum disebut tort. Untuk mengetahui
apakah perbuatan hukum itu disebut wakil tanpa kuasa, maka perlu dilihat
unsure- unsure yang terdapat didalamnya, unsure- unsure tersebut adalah :
- Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela, artinya atas
kesadaran sendiri tanpa mengharapkan suatu apapun sebagai imbalannya.
- Tanpa mendapat kuasa (perintah), artinya yang melakukan
perbuatan itu bertindak atas inisiatif sendiri tanpa ada pesan, perintah,
atau kuasa dari pihak yang berkepentingan baik lisan maupun tulisan.
- Mewakili urusan orang lain, artinya yang melakukan
perbuatan itu bertindak untuk kepentingan orang lain, bukan kepentingan
sendiri.
- Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang
yang berkepentingan itu tidak mengetahui bahwa kepentingannya dikerjakan
orang lain.
- Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu, artinya
sekali ia melakukan perbuatan untuk kepentingan orang lain itu, ia harus
mengerjakan sampai selesai, sehingga orang yang diwakili kepentingannya
itu dapat menikmati manfatnya atau dapat mengerjakan segala sesuatu yang
termasuk urusan itu.
- Bertindak menurut hukum, artinya dalam melakukan
perbuatan mengurus kepentingan itu, harus dilakukan berdasarkan kewajiban
menurut hukum. Atau bertindak tidak bertentangan dengan undang- undang.
Hak dan kewajiban pihak- pihak
Karena perikatan ini
timbul berdasarkan ketentuan undang- undang, maka hak dan kewajiban tersebut
dapat diperinci sebagai tersebut di bawah ini :
- Hak dan kewajiban yang mewakili, ia berkewajiban
mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu sampai selesai, dengan
memberikan pertanggungjawaban.
- Hak dan kewajiban yang diwakili, yang diwakili atau
yang berkepentingan berkewajiban memenuhi perikatan yang dibuat oleh wakil
itu atas namanya, membayar ganti rugi, atau pengeluaran yang telah
dipenuhi oleh pihak yang mengurus kepentingan itu.
Pembayaran Tanpa Hutang
Menurut ketentuan pasal
1359 KUHPdt, setiap pembayaran yang ditujukan untuk melunasi suatu hutang,
tetapi ternyata tidak ada hutang, pembayaran yang telah dilakukan itu dapat
dituntut kembali. Ketentuan ini jelas memberikan kepastian bahwa orang yang
memperoleh kekayaan tanpa hak itu seharusnya bersedia mengembalikan kekayaan
yang telah diserahkan kepadanya karena kekeliruan atau salah perkiraan. Dikira
ada hutang tetapi sebenarnya tidak ada hutang. Pembayaran yang dilakukan itu
sifatnya sukarela, melainkan karena kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana
mestinya dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi kemudian ternyata bahwa
perikatan yang dikira ada sebenarnya tidak ada. Dengan demikian ada kewajiban
undang- undang bagi pihak yang menerima pembayaran itu yang mengembalikan
pembayaran yang telah ia terima tanpa perikatan.
Perbuatan Melawan
Hukum(onrechtmatige Daad)
Untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan perbuatan melawan hukum, kita lihat pasal 1365 KUHPdt yang
berbunyi sebagai berikut :
“ Tiap perbuatan melawan
hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang
bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dari ketentuan
pasal ini dapat diketahui bahwa suatu perbuatan itu diketahui bahwa suatu
perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila ia memenuhi empat unsure sebagai
berikut :
- Perbuatan itu harus melawan hukum
- Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
- Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
- Antara perbuatan dan kerugian yang timbulharus ada
hubungan kausal
Perbuatan Melawan Hukum
Terhadap Diri Pribadi
Perbuatan melawan hukum
dapat ditujukan pada benda milik orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi
orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain mungkin dapat
menimbulkan kerugian pisik ataupun kerugian nama baik(martabat). Kerugian pisik
atau jasmani misalnya luka, cedera, cacat tubuh. Perbuatan melawan hukum yang
menimbulkan kerugian pisik atau jasmani banyak diatur dalam perundangan-
undangan di luar KUHPdt, misalnya undang- undang perburuhan. apabila seseorang
mengalami luka atau cacat pada salah satu anggota badan dikarenakan kesengajaan
atau kurang hati- hati pihak lain, undang- undang memberikan hak kepada korban
untuk memperoleh penggantian biaya pengobatan, ganti kerugian atau luka atau
cacat tersebut.
Ganti kerugian ini
dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan.
Penghinaan adalah perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, jadi dapat
dimasukkan perbuatan melawan hukum pencemaran nama baik seseorang. Lain
daripada itu, yang terhina dapat menuntut supaya dalam putusan itu juga
dinyatakan bahwa perbutan yang telah dilakukan itu adalah memfitnah. Dengan
demikian, berlakulah ketentuan pasal 314 KUHP penuntutan perbuatan pidana
memfitnah. Perkara memfitnah ini diperiksa dan diputus oleh hakim pidana(pasal
1373 KUHPdt).
Perbuatan Melawan Hukum
yang Dilakukan Oleh Badan Hukum
Sering sekali orang
mengatakan bahwa apakah badan hukum itu dapat melakukan kesalahan atau
perbuatan melawan hukum. Alasannya , karena badan hukum tidak dapat melakukan
kesalahan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam lapangan hukum pidana,
seperti halnya manusia pribadi. Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut,
lebih dahulu perlu dikemukakan berbgai teori mengenai badan hukum ada 3 macam
yaitu:
- Teori fictie(perumpamaan), menurut teori ini badan
hukum itu diperumpamakan sebagai manusia, terpisah dari manusia yang
menjadi pengurusnya. Atas dasar ini badan hukum tidak dibuat secara
langsung, melainkan melalui perbuatan orang, yaitu pengurusnya. Dengan
demikian berdasarkan teori fictie ini, badan hukum yang melakukan
perbuatan hukum dapat digugat tidak melalui pasal 1365, melainkan melalui
pasal 1367 KUHPdt. Jika mengikuti teori fictie ini kita dihadapkan pada
keadaan yang bertentangan dengan kenyataan.
- Teori orgaan (perlengkapan), menurut teori ini, badan
hukum itu sama dengan manusia pribadi, dapat melakukan perbuatan hukum.
- Teori yurisdische realiteit, menurut teori ini, badan
hukum adalah realitas yuridis yang dibentuk dan diakui sama seperti
manusia pribadi.
Badan Hukum Perdata dan
Publik
Ada dua macam badan hukum
dilihat dari sudut pembentukannya, yaitu badan hukum pidana dan badan hukum
public. Badan hukum perdata dibentuk berdasarkan hukum perdata, sedangkan
pengesahannya dilakukan pleh pemerintah. Yang disahkan itu pada umumnya adalah
anggaran dasar badan hukum itu. Pengesahan dilakukan dengan pendaftaran
anggaran dasar kepada pejabat yang berwenang, pengesahan tersebut diperlukan
supaya badan hukum yang dibentuk itu tidak bertentangan dengan kepentingan
umum, kesusilaan, dan tidak dilarang oleh undang- undang. Badan hukum perdata
ini misalnya, perseroan terbatas, yayasan .koperasi.
Badan Hukum public
dibentuk dengan undang- undang oleh pemerintah. Badan hukum public ini
merupakan badan- badan kenegaraan, misalnya Negara republicIndonesia, daerah
Tiongkok I, daerah tingkat II, dan lain- lain. Badan hukum public ini dibentuk
untuk menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam menjalankan pemerintah Negara
badan hukum public harus berdasarkan undang- undang. Jika dalam menjalankan
tugasnya, badan hukum public itu melakukan perbuatan melawan hukum, ia dapat
digugat berdasarkan pasal 1365 KUHPdt. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa
badan hukum public dalam menjalankan kekuasaannya itu mungkin merugikan orang
lain dengan alasan menjalankan undang- undang. Maka dalam hal ini perlu
dibedakan antara kebijaksanaan dan pelanggaran undang- undang. Dalam hal ini
hakim yang akan menentukan. Namun demikian, jika perbuatan yang dilakukan itu
adalah kebijaksanaan penguasa(pemerintah), ini bukan lagi wewenang hakim,
karena sudah masuk dalam bidang politik.
E. Macam-macam Perikatan
Dalam kenyataanya ada
beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat menurut syarat yang
ditentukan oleh pihak- pihak, atau menurut jenis prestasi yang harus dipenuhi,
atau menurut jumlah subyek yang terlibat dalam perikatan itu.
- Perikatan Bersyarat
Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah
perikatan yang digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang
masih akan terjadi dan belum pasti terjadi, baik dalam menangguhkan pelaksanaan
perikatan hingga terjadi peristiwa maupun dengan membatalkan perikatan karena
terjadi atau tidak terjadi peristiwa (Pasal 1253 KUHP dt). Perikatan bersyarat
di bagi tiga yaitu :
·
Perikatan dengan syarat
tangguh, Apabila syarat peristiwa itu terjadi, maka perikatan di laksanakan
(Pasal 1263 KUHP dt). Misalnya Oki setuju apabila Ramdan adiknya mendiami
pavilium rumahnya setelah menikah. Nah, nikah adalah peristiwa yang masih akan
terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan.
Jika ramdan menikah, maka Oki wajib menyerahkan pavilium rumahnya untuk didiami
oleh Ramdan.
·
Perikatan dengan syarat
batal, Disini justru perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila peristiwa
yang dimaksudkan itu terjadi (Pasal 1265 KUHP dt). Misalnya, Arlita setuju
apabila Regi kakaknya mendiami rumah Arlita selama dia tugas di Perancis dengan
syarat bahwa Regi harus mengosongkan rumah tersebut apabila Arlita selesai
studi dan kembali ke tanah air. Di sini syarat “ selesai dan kembali ke
tanah air ” masih akan terjadi dan belom pasti terjadi. Akan tetapi, jika
syarat tersebut terjadim perikatan akan berakhir dalam arti batal.
2.
Perikatan dengan
ketetapan waktu
Syarat
ketetapan waktu adalah pelaksaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang di
tetapkan. Misalnya Anis berjanji kepada Yesi bahwa ia akan membayar utangnya
dengan hasil panen sawahnya yang sedang menguning pada tanggal 1 agustus 2014.
Dalam hal ini hasil panen yang sedang menguning sudah pasti karena dalam waktu
dekat, Anis akan panen sawah sehingga pembayaran utang pada tanggal 1 agustus
2014 sudah dipastikan.
- Perikatan Manasuka ( Boleh Pilih)
Pada perikatan manasuka, objek prestasi ada dua macam benda.
Dikatakan perikatan mansuka karena, debitor boleh memenuhi prestasi dengan
memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Namun,
debitor tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima sebagian benda yang satu
dan benda sebagian benda yang lainnya. Jika debitor telah memenuhi salah satu
dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan perikatan
berakhir. Hak memilih prestasi itu ada pada debitor jika hak ini tidak secara
tegas diberikan kepada kreditor (Pasal 1272 dan 1273 KUHP dt). Misalnya, Rima
memesan barang elektronik berupa radio tape recorder ataustereo tape recorder
di sebuah toko barang elektronik dengan harga yang sama, yakni Rp 2.500.000,00.
Dalam hal ini, pedagang tersebut dapat memilih yaitu menyerahkanradio tape
recorder atau stereo tape recorder.Akan tetapi, jika diperjanjikan bahwa Rima
(Pemesan) yang menentukan pilihan, pedagang memberitahukan kepada Rima bahwa
barang pesanan sudah tiba, silahkan memilih salah satu dari benda objek
perikatan tersebut. Jika Rima telah memilih dan menerima satu dari dua benda
itu, peerikatan berakhir.
- Perikatan Fakultatif
Perikatan Fakultatif yaitu perikatan dimana debitor wajib
memenuhi suatu prestasi tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula. Dalam
perikatan ini hanya ada satu objek. Apabila debitor tidak memenuhi prestasi
itu, dia dapat mengganti prestasi lain. Misalnya, Agung berjanji kepada Rian
untuk meminjamkan mobilnya guna melaksanakan penelitian. Jika Agung tidak
meminjamkan Karena rusak, dia dapat mengganti dengan sejumlah uang transport
untuk melaksanakan penelitiannya.
- Perikatan Tanggung-Menanggung
Pada perikatan tanggung-menanggung dapat terjadi seorang
debitor berhadapan dengan beberapa orang kreditor atau seorang kreditor
berhadapan dengan beberapa orang debitor. Apabila kredior terdiri atas beberapa
orang, ini disebut tanggung-menanggung aktif. Dalam hal ini, setiap kreditor,
berhak atas pemenuhan prestasi seluruh hutang. Jika prestasi tersebut sudah
dipenuhi, debitor dibebaskan dari utangnya dan perikatan hapus (Pasal 1278 KUHP
dt). Jika pihak debitor terdiri atas beberapa orang, ini disebut tanggung menanggung
pasif, setiap debitor wajib memenuhi prestasi seluruh utang dan dan jika sudah
dipenuhi oleh seorang debitor saja, membebaskan debitor –debitor lain dari
tuntutan kreditor dan perikatannya hapus (Pasal 1280 KUHP dt) Berdasarkan
observasi, perikatan yang banyak terjadi dalam praktiknya adalah perikatan
tanggung-menanggung pasif yaitu :
1.
Wasiat, Apabila pewaris
memberikan tugas untuk melaksanakan hibah wasiat kepada ahli warisnya secara
tanggung-menanggung.
2.
Ketentuan Undang-Undang ,
Dalam hal ini undang-undang menetapkan secara tegas perikatan tanggung
menanggung dalam perjanjian khusus.
Perikatan tanggung menanggung secara tegas diatur dengan
perjanjian khusus, yaitu sebagai berikut ;
1.
Persekutuan firma (Pasal
18 KUHD), Setiap sekutu bertanggung jawab secara tanggung-menanggung untuk
seluruhnya atas semua perikatan.
2.
Peminjaman benda (Pasal
1749 KUHPdt), Jika bebereapa orang bersama-sama menerima benda karena
peminjaman, meka masing-masing untuk seluruhnya bertanggung jawab terhadap
orang yang memberikan pinjaman benda itu.
3.
Pemberian kuasa (Pasal
1181 KUHPdt) ,Seorang penerima kuasa diangkat oleh beberapa orang untuk
mewakili dalam suatu urusan yang menjadi urusan mereka bersama. Mereka
bertanggung jawab untuk seleruhnya terhadap penerima kuasa mengenai segala
akibat pemberian kekuasaan.
4.
Jaminan orang
(borgtoch,pasal 1836 KUHPdt), Jika beberapa orang telah mengikatkan diri
sebagai penjamin sebagai seorang debitor yang sama untuk utang yang sama,
mereka itu untuik masing-masing terikat untuk seluruh utang.
6.
Perikatan Dapat Dibagi
Dan Tidak Dapat Dibagi
Suatu
perikatan dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang
menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi
pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut.
sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu berdasarkan pada :
1.
Sifat benda yang menjadi
objek perikatan.
2.
Maksud perikatannya,
apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
Perikatan dapat atau tidak dapat dibagi bisa terjadi jika
salah satu pihak meninggal dunia sehingga akan timbul maslah apakah pemenuhan
prestasi dapat dibagi atau tidak antara para ahli waris almahrum itu. Hal
tersebut bergantung pada benda yang menjadi objek perikatan yang penyerahannya
atau pelaksanaannya dapat dibagi atau tidak, baik secara nyata maupun secara
perhitungan ( Pasal 1296 KUHPdt). Akibat hukum perikatan dapat atau tidak dapat
dibagi adalah bahwa perikatan yang tidak dapat dibagi, setiap kreditor berhak
menuntut seluruh prestasi kepada setiap debitor dan setiap debitor wajib
memenuhi prestasi tersebut seluruhnya. Dengan dipenuhinya prestasi oleh seorang
debitor , membebaskan debitor lainnya dan perikatan menjadi hapus. Pada
perikatan yang dapat dibagi, setiap kreditor hanya dapat menuntut suatu bagian
prestasi menurut perimbangannya, sedangkan setiap debitor hanya wajib memenuhi
prestasi untuk bagiananya saja menurut perimbangan.
- Perikatan dengan Ancaman Hukuman
Perikatan ini memuat suatu ancaman hukuman terhadap debitor
apabila dia lalai memenihi prestasinya. Ancaman hukuman ini bermaksut untuk
memberikan suatu kepastian atas pelaksanaan isi perikatan, seperti yang telah
ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak. Disamping itu, juga
sebagai upaya untuk menetapkan jumlah ganti keruguan jika memang terjadi
wanprestasi. Hukuman itu merupakan pendorong debitor untuk memenuhi kewajiban
berprestasi dan untuk membebaskan kreditor dari pembuktian tentang besarnya
ganti kerugian yang telah di deritanya. Misalnya, dalam perjanjian dengan
ancaman hukuman, apabila seorang pemborong harus menyelesaikan pekerjaan
bangunan dalam waktu tiga puluh hari tidak menyelesaikan pekerjaannya, dia
dikenakan denda satu juta rupiah setiap hari terkampat itu. Dalam hal ini, jika
pemborong itu melalaikan kewajibannya, berarti dia wajib membayar denda satu
juta rupiah sebagai ganti kerugian untuk setiap hari terlambat.
- Perikatan Wajar
Undang-undang tidak menentukan apa yang dimaksud dengan
perikatan wajar (natuurlijke verbintenis, natural obligation). Dalam
undang-undang hanya dijumpai Pasal 1359 ayat (2) KUHPdt. Karena itu, tidak ada
kesepakatan antara para penulis hukum mengenai sifat dan akibat hukum dari
perikatan wajar, kecuali mengenai satu hal, yaitu sifat tidak ada gugatan hukum
guna memaksa pemenuhannya. Kata wajar adalah terjemaahan dari kata aslinya
dalam bahasa Belanda “natuurlijk” oleh Prof. Koesoemadi Poedjosewojo dalam
kuliah hukum perdata pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Perikatan wajar
bersumber dari Undang-Undang dan kesusilaan seta kepatutan (Moral and equity).
Bersumber pada Undang-Undang, artinya keberadaan perikatan wajar karena
ditentukasn oleh Undang-Undang. Jika Undang-Undang tidak menentukan, tidak ada
perikatan wajar. Bersumber dari kesusilaan dan kepatutan, artinya keberadaan
perikatan wajar karena adanya belas kasihan, rasa kemanusiaan, dan kerelaaan
hati yang iklas dari pihak debitor. Hal ini sesuai benar dengan sila
kedua pancasila dan dasar Negara Republik Indonesia.
Ada contoh-contoh yang berasal dari ketentuan undang-undang
adalah seperti berikut ini:
1.
Pinjaman yang tidak
diminta bunganya, Jika bunganya dibayar, tidak dapat dituntut pengembaliannya
(Pasal 1766 KUHPdt)
2.
Perjudian dan pertaruhan,
Undang-Undang tidak memberikan tuntutan hukum atas suatu utang yang terjadi
karena perjudian karena perjudian pertaruhan ( Pasal 1788 KUHPdt).
3.
Lampau waktu, Segala
tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun perorangan hapus karena
kadaluarsa (lampau waktu) dengan lewatnya tenggang waktu tiga puluh hari tahun.
4.
Kepailitan yang di atur
dalam undang-undang kepailitan.
F. Hapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt,
ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
- Pembayaran
Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya
meliputi penyerahan sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Dalam
hal objek perikatan adalah pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbal
balik, perikatan baru berakhir setelah pembayaran uang dan penyerahan benda.
- Penawaran Pembayaran Tunai
Diikuti Penitipan
Jika debitor telah melakukan penawaran pembayaran dengan
perantaraan notaries, kemudian kreditor menolak penawaran tersebut, atas
penolakan kreditor itu kemudian debitor menitipkan pembayaran itu kepada
panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan demikian, perikatan menjadi
hapus ( Pasal 1404 KUH Perdata ). Supaya penawaran pembayaran itu sah perlu
dipenuhi syarat-syarat :
a.
Dilakukan kepada kreditor
atau kuasanya;
b.
Dilakukan oleh debitor
yang wenang membayar;
c.
Mengenai semua uang
pokok, bunga, dan biaya yang telah ditetapkan;
d.
Waktu yang ditetapkan
telah tiba;
e.
Syarat dimana utang
dibuat telah terpenuhi;
f.
Penawaran pembayaran
dilakukan di tempat yang telah ditetapkan atau ditempat yang telah disetujui;
dan
g.
Penawaran pembayaran
dilakukan oleh notaries atau juru sita disertai oleh dua orang saksi.
- Pembaruan Utang ( Novasi )
Pembaruan utang terjadi dengan cara mengganti utang lama
dengan utang baru, debitor lama dengan debitor baru. Dalam hal utang lama
diganti dengan utang baru, terjadilah penggantian objek perikatan, yang disebut
“ Novasi Objektif”. Disini utang lama lenyap. Dalam hal terjadi penggantian orangnya
(subyeknya), maka jika debitornya yang diganti, pembaruan ini disebut “Novasi
Subjektif Pasif” jika kreditornya yang diganti, pembaruan ini disebut “novasi
subjektif aktif”. Dalam hal ini utang lama lenyap.
- Perjumpaan Utang (kompensasi)
Dikatakan ada penjumpaan utang apabila utang piutang debitor
dan kreditor secara timbale balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan itu
utang piutang lama lenyap. Supaya utang itu dapat diperjumpakan perlu dipenuhi
syarat-syarat :
1.
Berupa sejumlah uang atau
benda yang dapat dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama;
2.
Utang itu harus sudah
dapat ditagih; dan
3.
Utang itu seketika dapat
ditentukan atau ditetapkan jumlahnnya (pasal 1427 KUH Perdata)
Setiap utang apapun sebabbnya dapat
diperjumpakan, kecuali dalam hal berikut ini :
1.
Apabila dituntut
pengembalian suatu benda yang secara melawan hukum dirampas dari pemiliknya,
misalnya karena pencurian;
2.
Apabila dituntut
pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan;
3.
Terhadap suatu utang yang
bersumber pada tunjangan napkah yang telah dinyatakan tidak dapat disita (Pasal
1429 KUH Perdata) ;
4.
Utang-utang Negara berupa
pajak tidak mungkin dilakukan perjumpaan utang (yurisprudensi); dan
5.
Utang utang yang timbul
dari perikatan wajar tidak mungkin dilakukan perjumpaan hutang (yurisprudensi).
5. Pencampuran Utang
Menurut ketentuan Pasal 1436 KUH Perdata, Pencampuran utang
itu terjadi apabila
kedudukan kreditor dan debitor itu menjadi satu tangan.
Pencampuran utang tersebut
terjadi demi hukum. Pada pencampuran hutang ini utang
piutang menjadi lenyap.
- Pembebasan Utang
Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreditor dengan tegas
menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitor dan melepaskan haknya
atas pembayaran atau pemenuhan perikatan dengan pembebasan ini perikatan
menjadi lenyap atau hapus. Menurut ketentuan pasal 1438 KUH Perdata, pembebasan
suatu hutang tidak boleh didasarkan pada persangkaan, tetapi harus di buktikan.
Pasal 1439 KUH Perdata menyatakan bahwa pengembalian surat piutang asli secara
sukarela oleh kreditor kepada debitor merupakan bukti tentang pembebasan
utangnya.
- Musnahnya benda yang terutang
Menurut ketentuan pasal 1444 KUH Perdata, apabila benda
tertentu yang menjadi objek perikatan itu musnah, tidak dapat lagi
diperdangkan, atau hilang bukan karena kesalahan debitor, dan sebelum dia lalai
, menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan; perikatan menjadi hapus
(lenyap) akan tetapi, bagi mereka yang memperoleh benda itu secara tidak sah,
misalnya, kerena pencurian, maka musnah atau hilangnya benda itu tidak
membebaskan debitor (orang yang mencuri itu) untuk mengganti harganya. Meskipun
debitor lalai menyerahkna benda itu dia juga akan bebas dari perikatan itu
apabila dapat membuktikan bahwa musnah atau hilangnya benda itu disebabkan oleh
suatu keadaan di luar kekuasaannya dan benda itu juga akan mengalami peristiwa
yang sama measkipun sudah berada di tangn kreditor.
- Karena pembatalan
Menurut ketentuan pasala 1320 KUH Perdata, apabila suatu
perikatan tidak memenuhi syarat-syarat subjektif. Artinya, salah satu pihak
belum dewasa atau tidak wenang melakukan perbuatan hukum, maka perikatan itu
tidak batal, tetapi “dapat dibatalkan” (vernietigbaar, voidable). Perikatan
yang tidak memenuhi syarat subjektif dapat dimintakan pembatalannya kepada
pengadilan negeri melalui dua cara, yaitu :
1.
Dengan cara aktif, Yaitu
menuntut pembatalan melalui pengadilan negeri dengan cara mengajukan gugatan.
2.
Dengan cara pembelaan,
Yaitu menunggu sampai digugat di muka pengadilan negeri untuk memenuhi
perikatan dan baru diajukan alasan tentang kekurangan perikatan itu.
Untuk pembatalan secara
aktif, Undang-undang memberikan pembatasan waktu, yaitu lima tahun (pasal 1445
KUH Perdata), sedangkan untuk pembatalan sebagai pembelaan tidak diadakan
pembatasan waktu.
- Berlaku Syarat Batal
Syarat batal yang
dimaksud disini adalah ketentuan isis perikatan yang disetujui oleh kedua
pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal
(nietig, void) sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut “syarat
batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaki surut, yaitu sejak perikatan
itu dibuat. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah
tidak pernah terjadi perkatan.
- Lampau Waktu (Daluarsa)
Menurut ketentuan pasal
1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah alat untuk memperolah sesuatu atau untuk
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan
syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang. Atas dasar ketentuan pasal
tersebut dapat diketahui ada dua macam lampau waktu yaitu :
1.
Lampau waktu untuk
memperolah hak milik atas suatu benda disebutacquisitieve verjaring.
2.
Lampau waktu untuk
dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan disebut
extinctieve verjaring.
Menurut ketentuan pasal
1963 KUH Perdata, untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasar pada
daluarsa (lampau waktu) harus dipenuhi unsur-unsur adanya iktkad baik; ada alas
hak yang sah; menguasai benda it uterus-menerus selama dua puluh tahu tanpa ada
yang mengggugat, jika tanpa alas hak, menguasai benda itu secara terus-menerus
selama 30 tahun tanpa ada yang mengugat. Pasal 1967 KUH perdata menentukan
bahwa segala tuntutan, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat
perorangan hapus karena daluarsa, dengan lewat waktu 30 tahun. Sedangkan orang
yang menunujukkan adanya daluarsa itu tidak usah menunjukkan alas hak dan tidak
dapat diajukan terhadapnya tangkisan yang berdasar pada iktikad buruk. Benda
bergerak yang bukan bunga atau piuatang yang bukan atas tunjuk (niet aan
toonder), siapa yang menguaisainya dianggap sebagai pemiliknya. Walaupun
demikian, jika ada orang yang kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam
jangka waktu 3 tahun terhitung sejak hari hilangnya atau dicurigainya benda
itu, dia dapat menuntut kembali bendanya yang hilang atau dicuri itu sebagai
miliknya dari tangan siapapun yang menuasainya. Pemegang benda terakhir dapat
menuntut pada orang terakhir yang menyerahkan atau menjual kepadanya suatu
ganti kerugian (pasal 1977 KUH Perdata).
Daluarsa tidak berjalan atau tertangguh
dalam hal-hal seperti tersebut berikut ini:
- Terhadap anak yang belum dewasa, orang di bawah
pengampuan;
- Terhadap istri selam perkawinan (ketentuan ini tidak
berlaku lagi)
- Terhadap piutang yang digantungkan pada suatu syarat
selama syarat itu tidak terpenuhi; dan
- Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu
warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan
mengenai hutang-piutangnya (pasal 1987-1991 KUH Perdata).Menurut ketentuan
pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perikatan adalah hubungan
hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena
perbuatan, peristiwa, atau keadaan, Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa
perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property),
dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of
succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law). Dalam kita
undang-undang hukum perdata pasal 1331 ayat 1 dinyatakan bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undag-undnag bagi mereka yang
membuatnya, artinya apabila objek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat
yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi
hukum.
Sehingga masing-masing
pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim. Akan tetapi, apabila
hukum perjanjian tidak memeuni unsur subjektif, misalnya salah satu pihak
berada dalam pebgawasab dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat
dibatalkan didepan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat
kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing
pihak telah menyepakati isi perjanjian.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalah dan skripsi.blogspot.co.id/2008/07/makalah-hukum-perikatan.html?m=1
http://rima-suryani.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hukum-perikatan.html